
Hj Suparti
“Saya tahu, jalan yang hendak saya tempuh itu sukar,penuh duri, onak, lubang: jalan itu berbatu-batu, berjendal-jendal, licin … belum dirintis! Dan walaupun saya tidak beruntung sampai ke ujung jalan itu, walaupun saya sudah akan patah di tengah jalan, saya akan mati bahagia. Sebab jalan itu sudah terbuka dan saya turut membantu meneratas jalan yang menuju ke kebebasan dan kemerdekaan perempuan Bumiputra” (‘Surat Kartini’, Dokumen 7: 7-10-1900).
Kutipan tersebut merupakan salah satu dari surat-surat RA Kartini yang dikirimkan pada tahun 1899 sampai dengan 1903 kepada sahabat-sahabantya, Ovink-Soer, Stella Zeehandelaar dan J.H Abendanon yang berada di Belanda.
Melalui surat, Kartini menyampaikan segala penderitaan dan kegelisahan yang dialaminya sebagai perwakilan dari para perempuan Bumiputra di Indonesia yang menjadi korban atas negasi yang terjadi di era feodal saat itu.
Berbicara Kartini, berbicara tentang perempuan di Indonesia. Sosok inspiratif yang menuntut emansipasi dengan tujuan agar wanita memperoleh hak dan kesempatan yang sama dalam segala bidang kehidupan dan diakui keilmuan yang dimilikinya. Sehingga, wanita tidak lagi direndahkan kedudukannya.
Perjuangan Kartini, salah satunya melalui tulisan dalam buku yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku ini sekaligus menjadi lambang semangat bagi wanita Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya.
Bukti nyata lainnya dari perjuangan Kartini, yakni didirikannya sekolah gratis khusus wanita dengan nama Kartini School. Jasa-jasa Kartini merupakan bekal dasar bagi wanita di Indonesia guna meningkatkan pengetahuan dan wawasan serta menggali potensi diri sebagai usaha mewujudkan mimpi dan tidak menggantungkan hidupnya kepada orang lain.
Kiprah Kartini menyampaikan pesan, wanita sekarang dapat melebarkan sayap dalam berkarier dan bersaing di kancah publik tanpa mengesampingkan perannya dalam keluarga sebagai ibu dan istri.
Dengan kata lain, wanita dapat berkontribusi pada semua bidang masyarakat tanpa adanya diskriminasi, termasuk dalam ranah politik sekalipun. Hal ini ditegaskan pada Pasal 65 Ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 Tentang Keterwakilan Perempuan Minimal 30% dalam Partai Politik yang sekaligus menjadi wujud nyata peran keterlibatan perempuan dalam ranah politik.
Wanita saat ini dituntut menjadi perempuan yang konsisten, berbudi luhur, pandai dan berani. Karena, dengan konsisten, berbudi luhur dan moral etika yang baiklah yang membuat perempuan tak kehilangan arah menghadapi tantangan saat ini. Sebagai contohnya, mereka mendapatkan hak untuk bekerja, namun tidak lupa akan kewajibannya untuk merawat keluarga dan menghargai suaminya. Dan, perempuan saat ini harus pandai dan kritis dalam menghadapi perubahan-perubahan yang ada. Saat dihadapkan dengan permasalahan yang ada, wanita yang memiliki mental pejuang harus dapat mencari solusi terbaik, menjadi Perempuan yang mampu mandiri dengan apa yang dimilikinya.
Keberanian, menjadi salah satu modal utama untuk perempuan saat ini. Berani melakukan hal yang benar, meskipun banyak pihak yang menentangnya. Juga, berani memperjuangkan keadilan untuk pendidikan, kesehatan dan pekerjaan yang layak. Serta, berani menyampaikan pendapat untuk kebaikan bersama. Selain itu berani untuk mengatakan dan memperjuangkan harkat dan martabat perempuan. Sebagaimana yang pernah dilakukan RA Kartini.
Sebagaimana diketahui, Kartini adalah putri Bupati Jepara, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat. Ia lahir pada tanggal 21 April 1879. Kala itu, Kartini beruntung mendapatkan kesempatan sekolah di ELS (Europese Lagere School) yang dikhususkan hanya untuk putra putri dari kaum Bumiputra. Semangat belajarnya terlihat jelas ketika di sekolah dia menjadi salah satu yang cerdas di antara teman-temanya.
Namun, cita-cita ingin menjadi dokter kandas, karena pada usia 12 tahun dirinya harus dipingit untuk dipersiapkan menjadi seorang istri bangsawan lainnya. Kartini menjadi istri Bupati Rembang, Raden Adipati Joyodinngrat (Aning, 2005: 166-168).
Norma kultural masyarakat feodal pada masa itu, memandang keberadaan wanita tak lebih dari seorang calon istri, seskipun, beberapa diantara mereka mendapatkan kesempatan untuk bersekolah.
Kartini sendiri menolak tradisi tersebut. Baginya, seorang perempuan dapat memiliki hak yang sama dengan para lelaki. Selamat Hari Kartini untuk seluruh perempuan di Indonesia. Jadilah pelita yang tak pernah padam, dan selalu bersinar dengan kepedulian sesame. Hidup Kartini, hidup perempuan Indonesia. (*)
Penulis : Aktivis Sosial Kota Bogor, Hj Suparti