
Bagi banyak kelangan, Ramadan disebut sebagai ‘madrasah’ kehidupan. Ya! Di bulan Ramadan, ada banyak pendidikan spiritual yang penting dilakukan bagi Umat Muslim. Tak hanya berpuasa, tapi kita juga ada materi pendidikan lain yang wajib dijalankan. Di dalam puasa ada tafakur dan amal, ada refleksi dan aksi. Juga, ada peribadatan dan perkhidmatan
Ada beragam makna berpuasa di bulan Ramadan yakni meningkatkan ibadah dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT, juga meningkatkan sedekah juga zakat fitrah yang menjadi sebuah laku penyucian jiwa. Serta, berbagi makanan kepada mustahik, yakni fakir miskin.
Selain itu, ada interaksi yang intens dengan Al Quran yang menjanjikan syafa’at atau pertolongan khusus di hari kiamat nanti. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW mengatakan;
“Amalan puasa dan membaca Al-Qur’an akan memberi syafa’at bagi seorang hamba di hari kiamat. Puasa berkata: Wahai Rabb, aku telah menahannya dari makan dan syahwat di siang hari, maka izinkanlah aku memberi syafa’at kepadanya. Dan Al-Qur’an berkata: Aku menahannya dari tidur di waktu malam, maka izinkanlah aku memberi syafa’at kepadanya, maka keduanya pun diizinkan memberi syafa’at.” (HR. Ahmad, Shahih At-Targhib: 1429)
Madrasah Ruhaniah, puasa, sebagaimana Jalaludin Rahmat dalam bukunya, adalah madrasah yang mendidik Umat Muslim, dan menajamkan mata batin kita yang melatih menguatkan ruhani kita dengan Sang Pencipta.
Ramadhan merupakan madrasah istimewa bagi kaum Muslimin. Di madrasah ini, umat Islam ditempa, dididik, dilatih, dan dibimbing untuk menjadi insan mulia. Tidak ada madrasah yang terbaik dan teristimewa yang disediakan oleh Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya kecuali madrasah Ramadhan.
Ramadan sebagai ‘madrasah’ mendidik Umat Muslim menjadi orang-orang yang beriman. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS al-Baqarah (2): 183).
Ramadan mendidik kita hendaklah mengambil apa-apa yang ada di dunia secukupnya saja dan tidak berlebihan. Seperti perumpamaan sebongkah batu es yang disengat terik matahari. Ia akan terus meleleh sampai akhirnya hilang tak berbekas. Sedangkan akhirat itu bagaikan batu permata yang tak akan hilang ditelan masa.
“Tetapi kalian lebih mengutamakan kehidupan dunia. Padahal akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (Al-A’la: 16-17)
Inilah Ramadan. Banyak Umat Muslimm yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah. Berbagai macam ibadah wajib dan sunnah pun dikerjakan. Karena, belum tentu di tahun mendatang kita akan bertemu Ramadan.
Intinya, Ramadan yang sebentar lagi berlalu meninggalkan kita telah memberikan kebutuhan pemenuhan diri, berbagai pemanfaatan untuk berkarya dan beraktualisasi diri. Seperti yang pernah dilakukan para ulama besar, seperti Imam al-Bukhari, al-Ghazali, Ibn Sina, Muslim, al-Khalil ibn Ahmad, Imam Syafi’i, dan lainnya. Mereka memberikan contoh membiasakan pengkhataman pembacaan al-Qur’an di bulan Ramadan sebagai bulan berkarya produktif yang akan menghasilkan legasi intelektual yang bermanfaat.
Sebentar lagi, Ramadan akan pergi dan hadirlah Idul Fitri. Suatu momentum ‘wisuda’ atas kemenangan yang telah dijalani dalam menjalani pendidikan Ramadan selama sebulan penuh. Tentunya, akan ada rasa kebahagiaan dalam suasana spiritual dan sosial kemanusiaan yang sejatinya merupakan puncak aktualisasi pendidikan kemanusiaan.
Mari kita tuntaskan puasa kita di penghujung Ramadan, agar kelak miliki sukacita saat kita ‘diwisuda’ di perayaan Idul Fitri. Salam Ramadan. (*)
(Penulis : anggota DPRD Kota Bogor/ Waket DPC PDI Perjuangan Kota Bogor, Ence Setiawan, SE)