
INTELMEDIA – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bogor Muhammad Habibi Zaenal Arifin menyampaikan bahwa pihaknya masih menunggu kejelasan regulasi terkait pemisahan penyelenggaraan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal, sebagaimana diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024.
Putusan tersebut diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan telah dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan di MK pada Kamis (26/6/2025) lalu. Ketua KPU Kota Bogor menjawab hal itu saat ditanya pewarta terkait putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024.
“Kami masih menunggu arahan dari pusat terkait putusan MK ini. Karena, saat ini juga masih dalam pembahasan di DPR dan ada parpol juga yang masih belum menyatakan sepakat,” kata Ketua KPU Kota Bogor, Habibi saat diwawancarai media online ini, pada Rabu (2/7/2025).
Dalam amar putusannya, MK memutuskan bahwa Pemilu Nasional—seperti Pemilihan Presiden, DPR RI, dan DPD—akan dilaksanakan dalam satu paket tersendiri. Sementara itu, Pemilu Lokal—seperti Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota, serta DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota—akan dilaksanakan secara terpisah, dengan rentang waktu paling singkat dua tahun dan paling lama dua setengah tahun setelah Pemilu Nasional.
Menurut Habibi, hingga saat ini KPU di tingkat daerah, termasuk Kota Bogor, belum dapat mengambil langkah teknis apa pun karena masih menunggu revisi Undang-Undang yang menjadi turunan dari putusan MK tersebut.
“Tentunya, KPU Kota Bogor hanya tinggal menunggu ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan selanjutnya setelah terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi,” tuntasnya.
Putusan MK No.135/PUU-XXII/2024 berpotensi memperpanjang masa jabatan anggota DPRD periode 2024 lebih dari 5 tahun.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.135/PUU-XXII/2024 yang mengabulkan sebagian permohonan uji materiil UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU.
Putusan itu intinya memisah penyelenggaraan pemilu serentak antara pemilu nasional yakni pemilihan anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dengan pemilu daerah (lokal) yakni memilih anggota DPRD (provinsi, kabupaten/kota) dan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota. Jeda waktu kedua pemilu itu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan.
“Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden,” begitu sebagian kutipan amar putusan yang dibacakan Ketua MK, Suhartoyo, Kamis (26/6/2025) lalu. (Eko Okta)